Kamis, 30 Juli 2009

SMP, SMA, dan SMK Katolik Se-Kota Palembang: Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran


Pada tanggal 16 Juli 2009, Pusat Penelitian dan Pelayanan Pendidikan Universitas Sanata Dharma (P4-USD) mengirimkan dua orang tenaga ahli untuk memberikan pembekalan bagi guru-guru SMP, SMA, dan SMK Katolik se-Kota Palembang. Keduanya adalah Dra. M.Y. Retno Priyani, M.Si. dan Dr. Susento, M.S. dari FKIP USD. Pembekalan bertujuan agar para guru:
  1. memahami gagasan-gagasan integrasi pendidikan karakter dalam proses pembelajaran, dan
  2. termotivasi untuk menerapkan gagasan-gagasan tersebut dengan dukungan kelembagaan sekolah masing-masing.
Kegiatan pembekalan dilaksanakan dalam 2 kelompok.
  • Kelompok pertama terdiri dari 180 guru SMP dari 9 SMP Katolik di Kota Palembang, yakni: SMP Xaverius 1, SMP Xaverius 2, SMP Xaverius 3, SMP Xaverius 5, SMP Xaverius 6, SMP Xaverius 7, SMP Xaverius Maria, SMP Indriasana, dan SMP St. Louis.
  • Kelompok kedua terdiri dari 184 guru SMA dan SMK di Kota Palembang, yang meliputi SMA Xaverius 1, SMA Xaverius 2, SMA Xaverius 3, SMA Xaverius 4, dan SMK Xaverius 1.
Materi pembekalan meliputi:
  1. Pribadi Guru Berkarakter (oleh Dra. M.Y. Retno Priyani, M.Si.), dan
  2. Pembelajaran Bermuatan Karakter (oleh Dr. Susento, M.S.).
Pemilihan materi ini dilandasi oleh salah satu strategi dasar pendidikan karakter di sekolah, yaitu pendidikan karakter dilaksanakan melalui integrasi ke dalam pembelajaran semua mata pelajaran dan juga terwujud dalam suasana dan budaya sekolah. Hal ini dapat dimengerti mengingat pendidikan karakter adalah usaha memanfaatkan semua aspek kehidupan sekolah untuk mengembangkan karakter siswa secara optimal (Musfiroh, 2008).
Pribadi guru berkarakter dicirikan oleh:
  • keandalan pribadi,
  • kemampuan menjalin komunikasi transformatif dengan siswa, dan
  • dukungan kepada perwujudan visi-misi sekolah.
Pembelajaran bermuatan karakter merupakan perwujudan dari peran ganda seorang guru sebagai pengajar dan pendidik sekaligus. Dalam pembelajaran bermuatan karakter, guru memadukan pengembangan kompetensi dan pengembangan karakter siswa melalui semua unsur pembelajaran, yakni metode, kegiatan, materi, penilaian, dan figur guru. Dalam kegiatan pembekalan di atas, guru dilatih untuk menyusun rancangan kegiatan mewujudkan karakter-karakter dasar melalui tiap-tiap unsur tersebut.
Meskipun kegiatan pembekalan berfokus pada guru, namun pendidikan karakter membutuhkan dukungan kelembagaan sekolah. Dukungan kelembagaan meliputi:
  • penentuan karakter-karakter dasar berdasarkan visi-misi sekolah,
  • usaha menemukan peluang-peluang pendidikan karakter dalam kehidupan sekolah, dan
  • perencanaan langkah-langkah untuk memanfaatkan peluang tersebut seraya meminimalkan praktek negatif yang dapat melemahkan pendidikan karakter (bdk. Lickona, 1999). (St)

Minggu, 19 Juli 2009

Program PPG Pra Jabatan Universitas Sanata Dharma

FKIP Universitas Sanata Dharma (USD) sedang mempersiapkan penyelenggaraan program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Pra Jabatan. Program ini ditujukan bagi lulusan S1 FKIP USD, yang meliputi program-progran studi:
  • Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia
  • Pendidikan Bahasa Inggris
  • Pendidikan Sejarah
  • Pendidikan Ekonomi
  • Pendidikan Akuntansi
  • Pendidikan Agama Katolik
  • Pendidikan Fisika
  • Pendidikan Matematika
  • Pendidikan Biologi
  • Pendidikan Guru SD
Proposal pengajuan telah diserahkan ke Dirjen Dikti. Diharapkan program PPG ini telah dimulai bulan September 2009.

Senin, 06 Juli 2009

Lowongan Guru Matematika SMA

Yayasan Tarakanita Jakarta
Membutuhkan segera 2 orang Guru Matematika untuk:
  • SMA Tarakanita Serpong
  • SMA Tarakanita Citra Raya
Kriteria:
  • Lulus S1 Pendidikan Matematika
  • Alumni USD
Kontak:
Kepala Bagian Personalia Yayasan (Bu Ika)
(021)5469451

Minggu, 31 Mei 2009

Agenda September 2009

Medio September 2009
  • Uji kompetensi guru dan uji kompetensi staf administrasi, dari PTT ke Capeg tahun 2009 Yayasan Lazaris Surabaya. Diikuti 2 guru dan 9 tenaga kependidikan. Tempat: Yayasan Lazaris, Surabaya.

Agenda Juni 2009

5-6 Juni 2009
  • Uji kompetensi guru-guru SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta. Diikuti oleh semua guru . Uji kompetensi berupa: Tes Ketrampilan dan Wawasan Keguruan (mengukur aspek pengetahuan/wawasan dari kompetensi pedagogis) dan Tes Bidang Studi (mengukur aspek penguasaan materi pelajaran dari kompetensi profesional). Bertempat di SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta.

8 Juni 2009

  • Workshop Pengembangan Sekolah-sekolah Charitas di Belitang, OKU Timur -Pimpinan Yayasan Pendidikan Charitas Pusat. Tempat: Kantor Yayasan Pendidikan Charitas, Jakarta.

16 Juni 2009
  • Uji kompetensi guru-guru SD St. Aloysius Surabaya. Diikuti oleh semua guru sebanyak 15 orang Uji kompetensi berupa: Tes Ketrampilan Keguruan dan Wawasan Keguruan (mengukur aspek pengetahuan/wawasan dari kompetensi pedagogis) dan Tes Bidang Studi (mengukur aspek penguasaan materi pelajaran dari kompetensi profesional). Bertempat di SD Aloysius Surabaya.

21 - 24 Juni 2009

  • Pelatihan Peningkatan Mutu Pembelajaran dan Penilaian Guru-guru Yayasan Yohannes Gabriel Surabaya. Diikuti oleh: guru-guru kelas TK (10 orang), kelas SD (11 orang), BP/BK (10 orang), Ag. Katolik SMP-SMA (10 orang), B. Ind SMP-SMA (10 orang), B. Ingg SMP-SMA (10 orang), Ekonomi-Akuntansi SMP-SMA (10 orang), Sejara SMP-SMA (10 orang), Fisika SMP-SMA (10 orang), Kimia SMP-SMA (10 orang), dan Matematika SMP-SMA (10 orang). Tempat: Sasana Krida Jatijejer.

Selasa, 19 Mei 2009

Pengaruh Kompensasi, Pelatihan dan Lingkungan Kerja terhadap Kepuasan Kerja Guru di SMK YPKK 3 Sleman Tahun 2007

Y.M.V. Mudayen, Y. Harsoyo, & P.A. Rubiyanto
Jurnal Penelitian No.23, November 2008

ABSTRACT
This research aimed to study and analyze the influence of compensation, training and working environment toward teacher’s working satisfaction in Vocational School YPKK 3 Sleman period 2007.
The type of this research is case study. The population as the sample in this research is all of teachers in Vocational School YPKK 3 Sleman by amount of 24 respondents. The technique of sampling which was used is saturate sampling technique. The data collection in this research used questioner and interview. For the technique of data analyzing it was used technique of Multiple Regression Analysis of Three Predictors. To examine the coefficient of multiple regressions it was used t-test.
Characteristic of respondent in this research is majority female (62,5%); most of them are 41 – 50 years old (54,2%); mostly have the educational level S1 (83,2%); and most of them had worked since 16 – 20 years old (45,8%). From the description of data to compensation variable, it could be concluded that the compensation which is given is inappropriate (54,17%); the training included category of satisfaction (50%); working environment which exist support them to work (38%), and the level of working satisfaction could be categorized as unsatisfied (50%).
Based on data analysis it could be known that F count value as much 8,137 by tariff of significance 0,001 whereas F value to 24 respondents by counter dk = 3 and denominator dk (24-3-1) = 20 to the rate of deviation 5% as much 3,10. By the reason F count > F table (8,137 > 3,10), by the level of significance is smaller than 5% (0,001 < 0,05), thus it could be concluded that the model of regression has been appropriate, thus it could be used to predict the working satisfaction.
Partial analysis revealed that only compensation which affect positively and significantly toward working satisfaction (K = 1,424, p = 0,005). R2 value of 0,550 which meant 55% of working satisfaction is affected by compensation, carrier development and working environment. Meanwhile 45% of working satisfaction is affected by other variables beyond this research. For example: degree or occupation, position, age, supervising quality, system of salary and social insurance, and the width of working insurance.

Key words: influence, compensation, training, working environment, working satisfaction, teacher

A Study on Students’ Perceptions on the Application of Contextual Translation Technique in Structure Classes

Yohana Veniranda & Caecilia Tutyandari
Jurnal Penelitian No.22 Mei 2008

ABSTRACT
This study is derived from the concern that the students at the English Language Education Study Program have not been able to have satisfactory language ability, especially on the use of their English structure. There are two research questions to answer, i.e. 1) What do the materials of Structure IV using Contextual Translation Technique look like? And 2) What are the students’ perceptions on the application of the contextual translation technique?
Since the first research question of this study is developing some educational product, this study adopts some steps of the Research and Development cycles (Borg and Gall, 1983:775). To answer the second research question, a survey study using two sets of questionnaires was done.
The materials of Structure IV using Contextual Translation Technique contain Indonesian sentences with the patterns concerned to be translated into grammatical English. These exercises can provide the students with the understanding that Indonesian and English have some similarities and differences in sentence patterns. In Contextual Translation Techniques, the Indonesian sentences can be prepared by the teacher as well as by the students themselves. The process of translation can also be both ways, from Indonesian to English and from English to Indonesian.
The results of the questionnaires showed that the students have positive perception on the application of this technique in their structure classes. There were 158 respondents of the questionnaires. The majority, i.e. 97% of the students thought that they learned a lot about the application of English structure in context. Furthermore, 147 students (93%) agreed that the translation exercises improved their awareness of applying grammatically correct sentences. In general, most of the students (89%) thought that translation exercises could help them understand better all the discussed patterns. Finally, there were 148 students (94%) who thought that translation exercises could be useful for structure classes.

Kepribadian Guru

T. Priyo Widiyanto
Jurnal Penelitian No.21 November 2007

ABSTRAK
Penelitian ini, bertujuan mengungkap profil kepribadian guru ditinjau dari jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan daerah kerja guru. Tentu saja penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi (1) Pengelola persekolahan agar mereka bisa mengelola dan memberdayakan guru secara tepat, dan (2) memberikan gambaran profil kepribadian guru kepada para pengelola Lembaga Pendidikan Tenaga Kependikan agar dapat mendesain kurikulum, dan berbagai paket pelatihan yang sekiranya tepat digunakan untuk mengembangkan kepribadian guru.
Subjek penelitian terdiri dari para guru dari sekolah Katolik. Jumlah subjek penelitian 616 guru mereka tersebar di 4 (empat) daerah kerja, yaitu Jakarta, Bandung, Solo, dan Surabaya. Analisis data menggunakan dua metode, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Hasil analisis data tersebut ditampilkan dalam suatu grafik. Oleh karena itu, perbedaan yang muncul dalam tampilan grafik tidak perlu ditafsirkan berdasarkan taraf signifikansi tertentu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru pria dan guru wanita memiliki keunggulan tertentu berkaitan dengan aspek-aspek kepribadiannya. Temuan ini mengajak para pengelola persekolahan atau Depdiknas untuk mempertimbangan keseimbangan antara jumlah guru pria dan wanita. Ditinjau dari tingkat pendidikannya, guru Sarjana memang lebih banyak memiliki aspek kepribadian yang berposisi lebih tinggi daripada guru Non Sarjana. Temuan ini menggarisbawahi perlunya pemerintah mensarjanakan para guru.
Berkaitan dengan daerah kerja, ternyata guru-guru di Solo memiliki aspek kepribadian yang lebih banyak memiliki posisi lebih tinggi daripada guru-guru dari daerah kerja Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Ada temuan lain yang mengundang pertanyaan, yaitu mengapa guru-guru di Solo memiliki Rasa Percaya Diri yang rendah dibandingkan dengan 3 (tiga) daerah kerja lainnya? Dan mengapa guru-guru di Surabaya tidak memiliki 1 (satu) aspek kepribadian pun yang memiliki posisi lebih tinggi dari aspek-aspek kepribadian guru dari 3 (tiga) daerah kerja lainnya?
Penelitian ini merupakan penelitian awal yang perlu ditindak lanjuti dengan penelitian lain sehingga penelitian yang berkaitan dengan dunia pendidikan terus berkembang.

Kata Kunci: Kepribadian, Aspek, Kuantitatif, Kualitatif, EPPS, Proyektif

Minat dan Motivasi Mahasiswa Pendidikan Fisika USD untuk Menjadi Guru dan Perkembangannya

Paul Suparno
Jurnal Penelitian No.17, November 2005

ABSTRAK
Studi ini meneliti minat dan motivasi mahasiswa Pendidikan Fisika Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta untuk menjadi guru fisika dan bagaimana mereka mengembangkan minat selama di USD. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif. Populasinya adalah semua mahasiswa pendidikan fisika tahun ajaran 2004/2005. Sampel yang diambil adalah 116 mahasiswa semester II, IV, VI, VIII dengan rincian 40 mahasiswa semester II; 30 mahasiswa semester IV; 24 mahasiswa semester VI; dan 22 mahasiswa semester VIII. Instrumen yang digunakan adalah angket yang terdiri dari 15 pertanyaan, yang mengungkapkan minat, motivasi, dan kegiatan yang mengembangkan minat mahasiswa. Dari data yang diamati dapat disimpulkan bahwa (1) minat awal mahasiswa untuk menjadi guru kurang tinggi; (2) minat mahasiswa sesudah menjalani proses pendidikan di USD bertambah secara signifikan; (3) motivasi utama mahasiswa masuk prodi Pendidikan Fisika USD ingin cepat selesai studi dan bekerja; dan (4) hal yang menurut mahasiswa banyak mengembangkan minat dan profesionalitas menjadi guru adalah kuliah fisika, kuliah pendidikan, PPL, guru dan teman.

Kata kunci: minat, motivasi, calon guru fisika, prodi pendidikan fisika.

Senin, 18 Mei 2009

Lowongan Guru SD dan TK

Yayasan Santa Maria
Jl.Veteran no.31, Pekalongan 51116 Jawa Tengah
Membutuhkan:
  • 4 (empat) Guru Kelas untuk SD Pius Pekalongan
  • 2 (dua) Guru untuk TK di Tawangmangu
Lamaran ditujukan kepada:
Sr M.Bernardine SND, SH
Ketua Yayasan Santa Maria
Jl.Veteran no.31, Pekalongan 51116 Jawa Tengah

Sabtu, 16 Mei 2009

Jurusan Pasti Alam

Angkatan 1968
  1. Ignatius Suroso. Guru SMK Negeri 4 Klaten, Jawa Tengah. Rumah: Karangdukuh Jogonalan, Klaten. Kontak: ...
  2. Stephanus Suwarsono. Ketua Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Rumah: Condongcatur Depok Sleman, DIY. Kontak: stsuwarsono@staff.usd.ac.id
Angkatan 1969
  1. Christina Kartini. Pengawas Dikmenum Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Rumah: Gergunung Klaten Utara, Klaten, Jawa Tengah. Kontak: ...
  2. Endang Suwartini. Guru SMA Negeri Karanganom Klaten, Jawa Tengah. Rumah: Pucangsawit Kartosuro, Jawa Tengah. Kontak: ...
Angkatan 1970
  1. Maria Josephine Ismunani.

Rabu, 13 Mei 2009

Permendiknas No. 8 Th. 2009 tentang Program Pendidikan Profesi Guru

Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah program pendidikan untuk mempersiapkan lulusan S1 Kependidikan/Non-Kependidikan menguasai kompetensi guru secara utuh sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik profesional.
Siapa saja yang dapat menjadi peserta didik program PPG?
  • Lulusan S1 Kependidikan pada Program Studi yang sesuai dengan program PPG yang akan ditempuh
  • Lulusan S1 Kependidikan pada Program Studi yang serumpun dengan program PPG yang akan ditempuh
  • Lulusan S1 Non-Kependidikan pada Program Studi yang sesuai dengan program PPG yang akan ditempuh
  • Lulusan S1 Non-Kependidikan pada Program Studi yang serumpun dengan program PPG yang akan ditempuh
  • S1 Psikologi untuk program PPG pada PAUD atau SD
Ketentuan selengkapnya tentang program PPG diatur dalam Permendiknas No. 8 Th. 2009. Ingin download?
Klik: http://www.mediafire.com/download.php?xtjw4ntzzom

Selasa, 12 Mei 2009

Upaya Guru Meningkatkan Peran Aktif Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Estri Wahyu Widayati, 2008. Upaya Guru Meningkatkan Peran Aktif Siswa SMP dalam Pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. Skripsi Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

ABSTRAK
Penelitian dalam skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan upaya-upaya yang dilakukan guru untuk meningkatkan peran aktif siswa SMP dalam pembelajaran matematika dengan topik unsur-unsur lingkaran dan besaran-besaran yang terkait dalam unsur-unsur lingkaran dengan model kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD).
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif yang berusaha mengungkapkan fenomena yang ada dalam keadaan yang sebenarnya. Data yang dikumpulkan berupa kegiatan yang terjadi selama pembelajaran matematika dengan topik lingkaran di SMP Pangudi Luhur Gantiwarno pada kelas VIIIA. Subyek penelitian adalah guru matematika kelas VIII di SMP tersebut. Pengumpulan data dilaksanakan mulai tanggal 16 April sampai dengan tanggal 19 April 2007 pada kelas VIIIA di SMP Pangudi Luhur Gantiwarno. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan secara langsung ketika proses pembelajaran berlangsung, perekaman video dengan handycam dan perekaman suara dengan mengunakan tape recorder. Data analisis dengan langkah-langkah yaitu: (i) transkripsi, (ii) penentuan topik-topik data, (iii) penentuan kategori-kategori data.
Hasil penelitian berupa upaya-upaya yang dilakukan guru untuk meningkatkan peran aktif siswa dalam pembelajaran matematika dengan topik unsur-unsur lingkaran dan besaran-besaran yang terkait dalam unsur-unsur lingkaran dengan model kooperaif tipe STAD. Upaya guru meningkatkan peran aktif siswa pada pembelajaran kooperatif tipe STAD terbagi menjadi 4 tahap yaitu guru mempresentasikan materi dengan melibatkan siswa, kerja kelompok, presentasi kelompok dan kuis individu. Upaya guru meningkatkan peran aktif siswa pada tahap presentasi guru yang melibatkan siswa yaitu: guru menjelaskan tujuan dari pembelajaran, guru bertanya pada semua siswa, guru membahas jawaban yang diberikan oleh siswa, dan memberikan perhatian pada siswa, memberikan nasehat pada semua siswa. Pada tahap kerja kelompok, upaya guru meningkatkan peran aktif siswa pada tahap kerja kelompok yaitu: membimbing kelompok dalam mengerjakan soal diskusi, guru memberikan perhatian pada semua siswa, guru mengulang jawaban siswa. Tahap presentasi kelompok, upaya guru meningkatkan peran aktif siswa yaitu: guru memberikan kesempatan pada kelompok, guru menanggapi hasil diskusi dan guru perhatian siswa. Pada tahap kuis, upaya guru meningkatkan peran aktif siswa yaitu guru menjelaskan peraturan kuis, memberikan perhatian pada siswa, memberi kesempatan pada semua siswa, membimbing siswa.

Kegiatan Guru Memfasilitasi Proses Belajar Siswa Kelas I SD dengan Metode Montessori

V. Wahyu Dwi Setyowati. Universitas Sanata Dharma, 2008. Skripsi: Kegiatan Guru Memfasilitasi Proses Belajar Siswa Kelas I Sekolah Dasar Dengan Metode Montessori Pada Pokok Bahasan Membaca dan Menulis Lambang Bilangan Dengan Bantuan Papan Seguin.

ABSTRAK
Penelitian dalam skripsi ini bertujuan untuk mengungkapkan kegiatan guru dalam memfasilitasi proses belajar siswa kelas I SD dengan metode Montessori dan bantuan papan Seguin.
Penelitian ini tergolong dalam penelitian kualitatif deskriptif, yang berusaha mengungkapkan fenomena yang ada dalam keadaan yang sebenarnya. Fenomena yang dimaksud adalah kegiatan guru memfasilitasi proses belajar siswa kelas I Sekolah Dasar dengan metode Montessori pada pokok bahasan membaca dan menulis lambang bilangan dengan bantuan papan seguin. Data yang dikumpulkan berupa kegiatan guru yang terjadi selama pembelajaran matematika dengan pokok bahasan membaca dan menulis lambang bilangan di SD Negeri Plawikan Klaten kelas I. Subjek penelitian adalah seorang guru matematika di kelas I Sekolah Dasar, dalam hal ini yang menjadi guru adalah saudara Esthi Wulandari yang juga merupakan mahasiswa pendidikan matematika. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan secara langsung ketika proses pembelajaran berlangsung dan perekaman video dengan handycam. Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah yaitu: (i) transkripsi, (ii) penentuan topik-topik data, (iii) penentuan kategori-kategori data.
Hasil penelitian berupa deskripsi tentang kegiatan guru memfasilitasi proses belajar siswa dengan metode Montessori pada pokok bahasan membaca dan menulis lambang bilangan. Kegiatan guru dalam memfasilitasi proses belajar siswa adalah sebagai berikut : (i) memusatkan perhatian siswa, (ii) memberi
pengasuhan, (iii) memperlihatkan cara penggunaan alat, dan (iv) mengoreksi hasil belajar siswa.

Diagnosis Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remidi Penyelesaian SPDLV dengan Metode Substitusi

Yunita Setyaningrum. 2008. Diagnosis Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remidi Dikalangan Siswa Kelas VIII dalam Penyelesaian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan Metode Substitusi. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan: (a) kesulitan-kesulitan yang dialami siswa kelas VIII dalam menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV) dengan metode substitusi dan (b) cara guru menyajikan pengajaran remidi untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif-deskriptif. Subjek penelitian adalah empat siswa kelas VIII SLTP N 2 Srandakan Bantul yang sedang mengikuti pembelajaran matematika tentang SPLDV. Pengumpulan data berlangsung selama bulan November 2007 di SLTP N 2 Srandakan Bantul. Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara tes diagnostik dan wawancara dengan siswa. Proses wawancara antara peneliti dengan subjek ini direkam dengan menggunakan alat bantu berupa handycam, agar data yang diperoleh lebih lengkap. Analisa data dilakukan dengan prosedur: (1) transkripsi data yang diambil dari rekaman wawancara dengan subjek, (2) penentuan topik-topik data dengan cara membandingkan dan mengkontraskan bagian-bagian data dalam transkripsi, (3) penentuan kategori-kategori data dengan cara membandingkan dan mengkontraskan topik-topik data, dan (4) penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian berupa deskripsi mengenai kesulitan siswa dalam penyelesaikan SPLDV dengan metode substitusi dan pengajaran remidi bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar. . Kesulitan siswa dalam penelitian ini terdiri dari : 1). Kesulitan memahami SPLDV, yang meliputi kesulitan dalam menyebutkan / memberikan contoh-contoh persamaan linear, kesulitan dalam memahami suku-suku yang sejenis dan bukan sejenis, kesulitan dalam memahami perbedaan persamaan dengan sistem persamaan, kesulitan menyebutkan ada berapa cara yang digunakan dalam penyelesaian SPLDV; 2). Kesulitan dalam menentukan cara yang digunakan dalam menyelesaikan SPLDV, yang meliputi kesulitan dalam melakukan operasi hitung penjumlahan bilangan rasional, melakukan operasi hitung penjumlahan suku-suku yang memuat variabel, kesulitan dalam melakukan operasi hitung pengurangan bilangan rasional,
melakukan operasi hitung pengurangan suku-suku yang memuat variabel, melakukan operasi hitung perkalian bilangan rasional, melakukan operasi hitung perkalian suku-suku yang memuat variabel, melakukan operasi hitung pembagian bilangan rasional, menyederhanakan bentuk persamaan, mensubstitusikan persamaan yang satu ke persamaan lainnya, menuliskan penyelesaian SPLDV, mengubah bentuk persamaan. Cara guru melakukan pembelajaran remidi tentang kesulitan siswa dalam penelitian ini dilakukan dengan dengan cara : 1). Memberikan cara membedakan antara bilangan positip dengan bilangan negatip. viiJika bilangan negatip maka siswa mempunyai hutang, tetapi jika bilangan positip maka siswa mempunyai kekayaan yang dapat digunakan untuk membayar hutang tersebut. 2). Memberikan contoh soal misalnya penjumlahan bilangan positip dengan bilangan negatip kemudian memberikan cara yang mudah diterima oleh siswa yaitu dengan menjumlahkan hutang dengan kekayaan. 3). Menjelaskan kembali pengertian persamaan dan pengertian sistem persamaan, memberikan contoh-contoh dan sistem persamaan. 4). Menjelaskan bahwa nilai x atau y pada persamaan pertama bernilai sama dengan nilai x atau y pada persamaan kedua jika kedua persamaan tersebut merupakan suatu sistem persamaan kemudian guru memjelaskan cara mensubstitusikan nilai x atau y ke dalam persamaan. 5). Menjelaskan tentang makna substitusi, menjelaskan cara menyelesaikan soal sistem persamaan linear dengan metode substitusi dan memberikan soal-soal latihan. 6). Memberikan soal-soal latihan kemudian membahas soal-soal latihan tersebut.

Diagnosis Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remidi dalam Penyelesaian SPLDV dengan Metode Eliminasi

Natalia Rianingsih. 2008. Diagnosis Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remidi bagi Siswa Kelas VIII dalam Penyelesaian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan Menggunakan Metode Eliminasi. Skripsi, Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesulitan-kesulitan yang dialami siswa kelas VIII SLTP dalam penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel dengan metode eliminasi dan cara guru melaksanakan pengajaran remidi bagi siswa yang mengalami kesulitan Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif.
Subjek penelitian terdiri dari 2 orang siswa putra dan 2 orang siswa putri kelas VIII SLTP N 2 Srandakan Bantul. Pengumpulan data berlangsung selama bulan November 2007 di SLTP N 2 Srandakan Bantul, dilaksanakan 3 kali. Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara tes diagnostik, wawancara dengan siswa dan pengajaran remidi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan terhadap pembelajaran di kelas sebanyak 1 kali, pengajaran remidi sebanyak 1 kali. Selain itu ada tes diagnostik sebanyak 1 kali dan wawancara sebanyak 1 kali. Pengambilan data dengan menggunakan handycam agar data yang diperoleh lebih lengkap. Analisis data dilakukan dengan prosedur: (1) transkripsi data, (2) penentuan topik-topik data, (3) penentuan kategori-kategori data, (4) penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian berupa deskripsi mengenai kesulitan siswa dalam menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dengan metode eliminasi dan cara guru melakukan pengajaran remidi bagi siswa yang mengalami kesulitan. Kesulitan-kesulitan yang dialami siswa adalah: (1) kesulitan dalam memahami sistem persamaan linear dua variabel, yang meliputi (a) kesulitan dalam memahami cara penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel dengan metode eliminasi, (b) membedakan suku yang sama dan berlawanan. (2) kesulitan dalam menentukan cara yang digunakan, yang meliputi (a) kesulitan melakukan operasi hitung perkalian, penjumlahan, pengurangan, pembagian, (b) kesulitan dalam melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan suku yang memuat variabel, (c) kesulitan mengubah bentuk persamaan, (d) menentukan tanda operasi pengurangan atau penjumlahan untuk mengeliminir salah satu variabel, (e) melakukan operasi perkalian untuk mengeliminir salah satu variabel, (f) menyederhanakan bentuk persamaan. Sedangkan pengajaran remidi yang diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan adalah: (1) kesulitan pertama dengan cara: (a) mengulang kembali materi pelajaran, (b) memberikan latihan soal, (c) pemberian tugas, (d) tanya jawab, (e) bimbingan individual. (2) kesulitan kedua dengan cara: (a) mengulang kembali materi pelajaran, (b) tanya jawab, (c) bimbingan individual.

Contoh Judul Penelitian KTI

Pengembangan Profesi Guru dan Karya Tulis Ilmiah
Oleh: Suhardjono (Anggota tim penilai Karya Tulis Ilmiah guru dan pengawas.)
http://ptkguru.wordpress.com/2008/05/20/karya-tulis-ilmiah-dan-pengembangan-profesi-guru/


Berikut disajikan contoh beberapa judul penelitian KTI yang diajukan guru untuk memenuhi kegiatan pengembangan profesi yang belum memenuhi syarat baik dan benar dan tidak dapat diberi nilai.

Judul : Membangun karakter bangsa melalui kegiatan ekstra kurikuler.
Intisari isi : Mendiskripsikan berbagai upaya guna membangun karakter bangsa.
  • Ditolak karena: [1] Masalah yang dikaji terlalu luas tidak berkaitan dengan permasalahan nyata yang terjadi di kelasnya; hanya berupa “kliping” berbagai pendapat. [2] Tidak ada tindakan untuk memecahkan masalah tersebut.
  • Disarankan: untuk membuat KTI baru yang berfokus pada kegiatan pemecahan masalah nyata di kelasnya. Masalah yang dikaji merupakan penelitian tentang isi mata pelajaran. Hasil penelitian berupa paparan macam kesalahan siswa. Disarankan untuk melanjutkan hasil penelitian tersebut dengan melakukan kegiatan yang nyata di kelasnya dalam upaya memecahkan masalah.
Judul: Analisis kesalahan siswa dalam mengubah kalimat aktif menjadi kalimat pasif.
Intisari isi: Mengkaji kesalahan siswa dalam memahami mata pelajaran bahasa Indonesia.
  • Ditolak karena: Tidak ada kegiatan nyata yang dilakukan untuk memperbaiki keadaan. Sekedar paparan deskripsi dari hal yang terjadi dalam pembelajaran.

Berikut disajikan contoh Judul Penelitian KTI yang diajukan guru untuk memenuhi kegiatan pengembangan profesi dan memenuhi syarat dan dapat diberi nilai sebagai makalah hasil penelitian dengan nilai 4.

Judul: Pengaruh penggunaan alat peraga gambar terhadap nilai sejarah pada siswa kelas III, semester 1 SMP X.
  • Intisari isi: Mengkaji perbedaan prestasi siswa dengan penggunaan dua model pembelajaran sejarah (alat peraga gambar dan bagan vs media tertulis) untuk topik tertentu pada pelajaran sejarah. Penelitian eksperimen di kelas, yang melibatkan 4 kelas, dengan jumlah siswa 132 dibagi secara random dalam dua kelompok. Dilakukan selama 5 kali pertemuan.
Judul: Peningkatan hasil belajar matematika melalui model belajar kelompok kooperatif di kelas VI SD.
  • Intisari isi: Penelitian tindakan kelas (PTK) dengan bentuk tindakannya berupa penerapan pembelajaran matematika melalui model belajar kelompok kooperarif. Bentuk tindakannya dirinci dengan sangat jelas, demikian pula cara dan hasil pengumpulan data yang digunakan untuk evaluasi dan refleksi. PTK dilakukan dalam 2 siklus selama 4 bulan.

KTI Laporan Hasil Penelitian

Disarikan dari:
Pengembangan Profesi Guru dan Karya Tulis Ilmiah
Oleh: Suhardjono (Anggota tim penilai Karya Tulis Ilmiah guru dan pengawas.)
http://ptkguru.wordpress.com/2008/05/20/karya-tulis-ilmiah-dan-pengembangan-profesi-guru/


Ada dua macam penelitian yang dapat dilakukan guru di dalam kelas:
  • penelitian eksperimen,
  • penelitian tindakan kelas (PTK).
Penelitian eksperimen atau PTK lebih diharapkan dilakukan guru dalam upayanya menulis KTI karena:
  • Merupakan laporan dari kegiatan nyata yang dilakukan para guru di kelasnya dalam upaya meningkatkan mutu pembelajarannya. Ini berbeda dengan KTI yang berupa laporan penelitian korelasi, penelitian deskriptif, ataupun ungkapan gagasan, yang umumnya tidak memberikan dampak langsung pada proses pembelajaran di kelasnya;
  • Dengan melakukan kegiatan penelitian tersebut, maka para guru telah melakukan salah satu tugasnya dalam kegiatan pengembangan profesinya.
Penelitian eksperimen dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang akibat dari adanya suatu treatment atau perlakuan. Penelitian eksperimen dilakukan untuk mengetes suatu hipotesis dengan ciri khusus:
  • adanya variabel bebas yang dimanipulasi,
  • adanya pengendalian atau pengontrolan terhadap semua variabel lain kecuali variabel bebas yang dimanipulasi,
  • adanya pengamatan dan pengukuran tindakan manipulasi variabel bebas terhadap variabel terikat sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan di memperbaiki / meningkatkan mutu praktik pembelajaran
PTK adalah penelitian tindakan (action research) yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelasnya. PTK berfokus pada kelas atau pada proses belajar-mengajar yang terjadi di kelas. PTK harus tertuju atau mengenai hal-hal yang terjadi di dalam kelas. Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas. Kegiatan penelitian ini tidak saja bertujuan untuk memecahkan masalah, tetapi sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan yang dilakukan. Pada intinya PTK bertujuan untuk memperbaiki berbagai persoalan nyata dan praktis dalam peningkatan mutu pembelajaran di kelas, yang dialami langsung dalam interaksi antara guru dengan siswa yang sedang belajar.

Kerangka Penulisan KTI laporan hasil penelitian umumnya terdiri dari tiga bagian utama:
  1. Bagian Pendahuluan yang terdiri dari : halaman judul, lembaran persetujuan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran, serta abstrak atau ringkasan;
  2. Bagian Isi yang terdiri dari beberapa bab;
  3. Bagian Penunjang yang umumnya terdiri dari sajian daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
Bagian Isi terdiri dari bab-bab:
  • Bab I Pendahuluan atau permasalahan, yang berisi latar belakang masalah, pembatasan, rumusan masalah, tujuan, kegunaan, dll,
  • Bab II Kajian Teori atau pembahasan kepustakaan,
  • Bab III Metode Penelitian
  • Bab IV Hasil Penelitian dan Diskusi Hasil Penelitian,
  • Bab V Kesimpulan dan Saran
KTI laporan hasil penelitian harus memenuhi “APIK”:
  • Asli: penelitian harus merupakan karya asli penyusunnya, bukan merupakan plagiat, jiplakan, atau disusun dengan niat dan prosedur yang tidak jujur. Syarat utama karya ilmiah adalah kejujuran.
  • Perlu: permasalahan yang dikaji pada penelitian itu memang perlu, mempunyai manfaat. Bukan hal yang mengada-ada, atau memasalahkan sesuatu yang tidak perlu lagi dipermasalahkan.
  • Ilmiah: penelitian harus berbentuk, berisi, dan dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah kebenaran ilmiah. Penelitian harus benar, baik teorinya, faktanya maupun analisis yang digunakannya.
  • Konsisten: penelitian harus disusun sesuai dengan kemampuan penyusunnya. Bila penulisnya seorang guru, maka penelitian haruslah berada pada bidang kelimuan yang sesuai dengan kemampuan guru tersebut. Penelitian di bidang pembelajaran yang semestinya dilakukan guru adalah yang bertujuan dengan upaya peningkatan mutu hasil pembelajaran dari siswanya, di kelas atau di sekolahnya.

Karya Tulis Ilmiah dalam Pengembangan Profesi

Disarikan dari:
Pengembangan Profesi Guru dan Karya Tulis Ilmiah
Oleh: Suhardjono (Anggota tim penilai Karya Tulis Ilmiah guru dan pengawas.)
http://ptkguru.wordpress.com/2008/05/20/karya-tulis-ilmiah-dan-pengembangan-profesi-guru/



Kenaikan pangkat/jabatan Guru Pembina /Golongan IVa ke atas, mewajibkan adanya angka kredit dari kegiatan Pengembangan Profesi. Pengembangan profesi terdiri dari 5 macam kegiatan:
  1. menyusun Karya Tulis Ilmiah (KTI),
  2. menemukan Teknologi Tepat Guna,
  3. membuat alat peraga/bimbingan,
  4. menciptakan karya seni,
  5. mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.
KTI adalah laporan tertulis tentang hasil suatu kegiatan ilmiah. KTI dapat dipilah dalam dua kelompok:
  • KTI yang merupakan laporan hasil pengkajian/penelitian,
  • KTI berupa tinjauan/ulasan/ gagasan ilmiah.
Keduanya dapat disajikan dalam bentuk buku, diktat, modul, karya terjemahan, makalah, tulisan di jurnal, atau berupa artikel yang dimuat di media masa.
Jenis-jenis KTI:
  1. Penelitian,
  2. Karangan Ilmiah,
  3. Karangan Ilmiah Populer,
  4. Prasaran Seminar,
  5. Buku,
  6. Diktat,
  7. Terjemahan.
Semua KTI (sebagai tulisan yang bersifat ilmiah) mempunyai kesamaan, yaitu hal yang dipermasalahkan berada pada kawasan pengetahuan keilmuan, kebenaran isinya mengacu kepada kebenaran ilmiah, kerangka sajiannya mencerminan penerapan metode ilmiah, dan tampilan fisiknya sesuai dengan tata cara penulisan karya ilmiah.

Lowongan Guru Matematika

SMA Marsudirini Bogor
Perumahan Telaga Kahuripan Kemang Parung Bogor, Jawa Barat
  • Membutuhkan Guru Matematika - Perempuan, Katolik
Hubungi: Sr. Coleta, OSF (Kepala Sekolah) - 0813 3136 4440

4 Mei 2009

Senin, 11 Mei 2009

Pembelajaran Holistik

Pembelajaran holistik (holistic learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada pemahaman informasi dan mengkaitkannya dengan topik-topik lain sehingga terbangun kerangka pengetahuan. Dalam pembelajaran holistik, diterapkan prinsip bahwa siswa akan belajar lebih efektif jika semua aspek pribadinya (pikiran, tubuh dan jiwa) dilibatkan dalam pengalaman siswa.
Pembelajaran holistik dapat dilaksanakan dengan 2 macam metode:
  • Belajar melalui keseluruhan bagian otak: Bahan palajaran dipelajari dengan melibatkan sebanyak mungkin indera; juga melibatkan berbagai tingkatan keterlibatan, yaitu: indera, emosional, dan intelektual.
  • Belajar melalui kecerdasan majemuk (multiple intelligences): Siswa mempelajari materi pelajaran dengan menggunakan jenis kecerdasan yang paling menonjol dalam dirnya.
Ada beberapa teknik pembelajaran holistik:
  • Mengajukan pertanyaan: Siswa menanyakan beberapa hal seperti: [1] Apa yang sedang dipelajari? [2] Apa hubungannya dengan topik-topik lain dalam bab yang sama? [3] Apa hubungannya dengan topik-topik lain dalam mata pelajaran yang sama? [4] Adakah hubungannya dengan topik-topik dalam mata pelajaran lain? [5] Adakah hubungannya dengan sesuatu dalam kehidupan sehari-hari?
  • Memvisualkan informasi: Guru mengajak siswa untuk menyajikan informasi dalam bentuk gambar, diagram, atau sketsa. Objek atau situasi yang terkait dengan informasi disajikan dalam gambar; sedangkan hubungan informasi itu dengan topik-topik lain dinyatakan dengan diagram. Gambar atau diagram tidak harus indah atau tepat, yang penting bisa mewakili apa yang dibayangkan oleh siswa. Jadi gambar atau diagram dapat berupa sketsa atau coretan kasar. Setelah siswa memvisualkan informasi, mereka dapat diminta menerangkan maksud gambar, diagram, atau sketsa yang dibuatnya.
  • Merasakan informasi: Jika informasi tidak dapat atau sukar divisualkan, siswa dapat menangkapnya dengan menggunakan indera lainnya. Misalnya dengan meraba, mengecap, membau, mendengar, atau memperagakan.
Sumber:
http://www.indiaparenting.com/intelligentchild/data/116.shtml
http://www.ehow.com/about_4570029_holistic-learning.html

Susento
11 Mei 2009

Minggu, 10 Mei 2009

Pembelajaran Otentik

Pembelajaran otentik (authentic learning) adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa menggali, mendiskusikan, dan membangun secara bermakna konsep-konsep dan hubungan-hubungan, yang melibatkan masalah nyata dan proyek yang relevan dengan siswa (Donovan, Bransford & Pallegrino, 1999). Istilah ‘otentik’ berarti asli, sejati, dan nyata (Webster’s Revised Unabridged Dictionary, 1998).
Pembelajaran ini dapat digunakan untuk siswa pada semua tingkatan kelas, maupun siswa dengan berbagai macam tingkat kemampuan. Prinsip-prinsip pembelajaran otentik:
  1. Berpusat pada siswa;
  2. Siswa belajar secara aktif;
  3. Menggunakan tugas otentik.
Pembelajaran otentik sangat berbeda dengan metode-metode pembelajaran yang tradisional. Ciri-ciri pembelajaran otentik:
  • Belajar berpusat pada tugas-tugas otentik yang menggugah rasa ingin tahu siswa. Tugas otentik berupa pemecahan masalah nyata yang relevan dengan kehidupan siswa;
  • Siswa terlibat dalam kegiatan menggali dan menyelidiki;
  • Belajar bersifat interdisipliner;
  • Belajar terkait erat dengan dunia di luar dinding ruang kelas;
  • Siswa mengerjakan tugas rumit yang melibatkan kecakapan berpikir tingkat tinggi, seperti menganalisis, mensintesis, merancang, mengolah dan mengevaluasi informasi;
  • Siswa menghasilkan produk yang dapat dibagikan kepada audiens di luar kelas;
  • Belajar bersifat aktif dan digerakkan oleh siswa sendiri, sedangkan guru, orangtua, dan narasumber bersifat membantu atau mengarahkan;
  • Guru menerapkan pemberian topangan (scaffolding), yaitu memberikan bantuan seperlunya saja dan membiarkan siswa bekerja secara bebas manakala mereka sanggup melakukannya sendiri;
  • Siswa berkesempatan untuk terlibat dalam wacana dalam masyarakat;
  • Siswa bekerja dengan banyak sumber;
  • Siswa seringkali bekerja bersama dan mempunyai kesempatan luas untuk berdiskusi dalam rangka memecahkan masalah.
Sumber:
Susento
10 Mei 2009

Jumat, 08 Mei 2009

Persiapan Bersekolah: Pengkajian Sistem Keyakinan Para Pendidik Anak Usia Dini

"Getting Ready for School: An Examination of Early Childhood Educators’ Belief Systems"
Sandraluz Lara-Cinisomo, Allison Sidle Fuligni, Sharon Ritchie, Carollee Howes, & Lynn Karoly
Early Childhood Education Journal (2008): Vol. 35: 343-349

Artikel gratis:
http://www.springerlink.com/content/0887r0558068u418/

Abstrak
Penelitian ini mengkaji keyakinan para pendidik anak usia dini mengenai apa yang paling dibutuhkan anak sebelum masuk taman kanak-kanak. Wawancara kelompok fokus dilakukan terhadap para pendidik dari 3 macam lingkungan belajar: program PAUD dalam masyarakat, program PAUD swasta, dan pusat penitipan anak. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Para pendidik dari semua lingkungan belajar itu sepakat bahwa membantu anak untuk siap bersekolah perlu dilakukan dalam 3 tingkatan: anak, rumah, dan guru. Pada tingkat anak, anak perlu siap secara fisik dan emosional untuk terlibat dengan anak lain dan berpartisipasi dalam kegiatan belajar. Pada tingkat rumah, anak perlu disiapkan secara emosional untuk mengahadapi transisi dari rumah ke sekolah, yaitu dengan menciptakan lingkungan rumah yang dapat mengembangkan belajar anak. Pada tingkat guru, diperlukan adanya hubungan kerjasama antara guru dan orangtua. Perbedaan pandangan di antara para pendidik dari 3 macam lingkungan belajar juga dibahas.

Kata-kata kunci

Kesiapan bersekolah, pengasuhan anak, guru, sistem keyakinan

Susento
9 Mei 2009

Alumni Pendidikan Sejarah

Angkatan 1983
  • Yohanes Rasul Subakti. Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Rumah: Pakem, Sleman, DIY. Kontak: yrs@staff.usd.ac.id

Angkatan 1989

  • Edward Z. Legi. Staf Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMA Xaverius I Palembang; Koordinator Litbang Kasadha (Keluarga Alumni Sanata Dharma) Palembang. Rumah: Palembang. Kontak: ...

Agenda Mei 2009

18-19 Mei 2009
  • Workshop Fajar Pendidikan di Villa Erema Cisarua, Bogor. Diikuti oleh Pengurus MPK dari 3 Keuskupan, yaitu Keuskupan Palembang, Keuskupan Tanjungkarang, dan Keuskupan Purwokerto, Komisi Pendidikan Yesuit, dan Tim Kerja Fajar Pendidikan Universitas Sanata Dharma. Membicarakan visi pengembangan Yayasan Pendidikan Katolik dan Sekolah-sekolah Katolik di 3 Keuskupan.

23 Mei 2009:

  • Uji kompetensi calon guru tetap TK, SD, dan SMP di lingkungan Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta.

Kamis, 07 Mei 2009

Kegiatan Metakognitif Murid Kelas VI SD dalam Menyelesaikan Soal-Soal Luas Bangun Datar Gabungan

Bambang Priono. 2008. Kegiatan Metakognitif yang Dilakukan oleh Murid Kelas VI Sekolah Dasar dalam Menyelesaikan Soal-Soal Matematika pada Materi Luas Bangun Datar Gabungan. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

ABSTRAK
Penelitian dalam skripsi bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana kegiatan metakognitif yang dilakukan oleh murid kelas VI Sekolah Dasar (SD) dalam memecahkan soal-soal matematika pada materi luas bangun datar gabungan.
Penelitian ini tergolong dalam penelitian deskriptif kualitatif. Subjek pada penelitian adalah dua orang murid perempuan kelas VI SD Timbul Rejo. Data dikumpulkan melalui wawancara berdasarkan tugas selama enam kali pertemuan dimana masing-masing subjek mengikuti tiga pertemuan. Data yang telah diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah (i) transkripsi, (ii) penentuan topik-topik data, (iii) penentuan kategori-kategori data, dan (iv) penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bagaimana kegiatan metakognitif yang dilakukan oleh subjek. Kegiatan metakognitif tersebut ditunjukkan oleh subjek dengan cara: (i) Memeriksa kembali langkah-langkah penyelesaian soal, (ii) Kembali memperhatikan gambar bangun datar gabungan, (iii) Mengungkapkan beberapa kesalahan yang telah dilakukan sebelumnya, dan (iv) Mengungkapkan batas kemampuan yang dimiliki.
Kata-kata kunci: Kegiatan metakognitif, luas bangun datar gabungan, SD

Rabu, 06 Mei 2009

Internet-Based Materials Design Using Hot Potatoes Software Program to Develop Listening Skills

Gusti Astika
Widya Dharma, Vol. 19, No. 1, Oktober 2008

ABSTRACT

Listening plays a significant role in language learning. The literature in CLT discusses various ways of developing this skill by providing the opportunity to learners to get as much exposure as possible to native speech. There is a widespread belief that understanding spoken language is difficult for various reasons. According to Willis (1996), learning can take place if there are at least four conditions that have to be met: exposure to the language, opportunities to use it, strong motivation to learn, and instruction. In order to promote listening skills there are two processes which should be accommodated interactively in teaching; bottom-up and top-down processes. Therefore, teachers need to be equipped with necessary knowledge and skills to develop learners’ listening ability through innovative ideas. One example is using Hot Potatoes software program to create computerized listening exercises such as cloze, multiple choice, or matching exercises. With the increasing availability and accessibility of the internet, language teachers have a wide range of choices to select teaching materials from ELT as well as authentic websites. Materials selected from either type of websites need to be manipulated for learning purposes. One approach for materials design is using a task-based framework in which materials are presented to the learners through different types of classroom activities to produce a desired learning outcome. The last section of this paper presents three exercises that can be created using Hot Potatoes program and possible extension of exercises to develop other language skills.
Key words: bottom-up and top-down processes, Hot Potatoes software program, authentic websites, task-based framework

Kuliah Penelitian Tindakan Kelas dengan Pendekatan Kontekstual

Kartika Budi & Puji Purnomo
Widya Dharma, Vol. 19, No. 1, Oktober 2008

ABSTRACT
The research is about Classroom Action Research (CAR) Lecture using Contextual Teaching and Learning Approach (CTLA) in S1 PGSD program. The purpose is to know (1) whether the CAR lecture can be conducted using CTLA, (2) the effectiveness of the CTLA in the case of (a) students’ comprehension of CAR, (b) students’ participations, (c) students’ abilities in conducting the processes, (d) students’ final products, and (e) the students’ final results, both quantitatively and qualitatively.
Whether or not the CAR lecture can be conducted using the CTLA, is stated in how much does the CAR lecture fulfill the seven aspects of CTL. The effectiveness of the CTLA in the case of students’ comprehension of CAR is stated in the final score of the exams, in the case of students’ participations is stated in the percentage of the number of students who participate in the teaching learning processes. The kind of participations are restricted on (1) asking questions, (2) asking explanations, (3) giving ideas, and (4)giving opinion or criticize her or his friend idea.
The research shows that the CTLA is very suitable for conducting CAR lecture in S1 PGSD program. The effectiveness of CTLA in the case of students’ final scores of the exams is high, in the case of students’ participations as a whole is very high, in the case of stundents’ abilities in conducting processes is high, in the case of students’ final products is high, while in the case of the students’ final results, quantitatively is very high, and qualitatively is high.
Keywords: contextual teaching and learning, classroom action research, effectiveness, students’ comprehension, students’ participations, students’ abilities in conducting process, students’ final products, student’s final results.

Pendekatan Holistik bagi Pendidikan Iman Anak

M. Purwatma
Widya Dharma, Vol. 19, No. 1, Oktober 2008

ABSTRACT
The taks of religious education of children is helping children to know, to celebrate and to contemplate the mystery of Christ, and to initiate and educate children in community life and to mission. It has something to do with the development of children’s faith and all aspects of christian faith, namely, cognitive, affective and behavioural aspects. It involves families, parish communities and schools in religious education of children. There is no one way in religious education of children. Therefore, it needs a holictic approach to religious education of children, it needs a total catechetical education.
Keywords: religious education of children, development of children’s faith, involvement, total catechetical education, and finding indentify

Pendidikan Damai bagi Anak-Anak Usia Dini: Belajar dari Pedagogi Maria Montessori

CB.Mulyatno, Pr
Widya Dharma, Vol. 19, No. 1, Oktober 2008

ABSTRACT
What is specific contribution of Montessori for education? Montessori supposed that children are natural embyio of peace. Childreen exhibit behaviors and moral traits that are calm, peaceful, and productive as basis of good character. The core of education is to foster these moral traits of respect, independence, responsibility, and self-initiative. Montessori children are given freedom within the structure of the prepared environment. This freedom enables the laws of natural development to guide children’s spontaneoua activities. When the children interact socially, the caharter thraits of friendliness, helpfulness, and sharing are cultivated. Here the broad view of the universe promotes each children’s global awareness, compassion for the interdependent needs of all living things, and conservation of the erath’s resources. Freedom is recognized as the foundation of intrinsic motivation. As a consequence, Montessori education specifically excludes practices of reward and punishment for the purpose of cultivating intrinsic motivation. In Montessori education the children’s choices are respected for guiding the children’s pace of learning thorugh spontaneous activities. The school staff must become a learning and moral community in which all share responsibility for character education and attempt to develop the same essential values that guide the education of children. This educative process values world peace as the work of cosmic education, and recognizes the value of the children as leaders of world peace.
Keywords: cosmic education, moral values, creativity, freedom, friendliness, responsibility, self-initiative. world peace.

Model Prosedur Pengembangan dan Implementasi Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar

Gendon Barus
Widya Dharma, Vol. 19, No.1, Oktober 2008

ABSTRACT
An elementary educator has double roles with multiple tasks. Not only does an elementary classroom teacher teach his or her students, but he/she also needs to develop and implement classroom guidance and counseling program (SK Menpan RI No. 84 Tahun 1993; Permendiknas No. 22 Tahun 2006). In fact, the majority of classroom teachers find difficulty to do so that task.
This research and development process is targeted to produce a model of designing, managing, and implementing of elementary school guidance and counseling program. This model is expected to able to encourage them to design and develop guidance and counseling program at their own classroom. In the long term, those elementary classroom teachers are expected to able to sinergize their instructional roles with guidance and counseling function professionally, so that their instructional quality can improve students performance effectivelly and improve the educational quality. In order to reach that goal, this research is designed by multiyears research, development, and diffussion (the R, D, and D Model). On the first year, the research stage is begun with preliminary investigation (literature study and field study) to build conceptual frame of reference for designing of hipotetical model that will be developed, designing and constructing all of this instrumen model, and conducting students’ needs assessment.
The results of the preliminary study were: (1) the hipotetical model of developing prosedur of elementary school guidance and counseling program was formated; (2) six instruments of this model were constructed; (3) the student’s needs assessment analyses found that: (a) almost all of the students that were investigated stated that they needed guidance services, (b) there were 20 items of elementary student’s developmental needs that high intensity level to be fulfilled, (c) there were 42 items of developmental disturbing problems among most of the elementary students; and (4) all of the classroom teachers (32 person) that investigated in this study did not have the classroom guidance and counseling program and they also did not showed understand how to integrated the content of guidance curriculum into subject matter. The results is explained in this article.
Keywords: guidance and counseling program, needs assessment, guidance curriculum

Model Pembelajaran Pedagogi Ignasian Ditinjau dari Komponen “Pengalaman” dan Pengaruh-Pengaruh yang Bisa Diharapkan

P. Wiryono P., S.J.
Widya Dharma, Vol. 19, No. 1, Oktober 2008

ABSTRACT
It is a teaching action research intended to justify the choosing of Genetically Modified Organisms(GMOs) issue as an issue potential to create a disorienting dilemma needed to produce a transformative learning and to identify its impact on the component of Reflection in the Ignatian Pedagogy model of teaching. A group of Farmacy students taking the Neutraceuticals class at Sanata Dharma University was chosen as the case of this study. Based on the analysis of the collected data by using Likert score value judgment it is clear that the choosing of GMOs issue as an issue potential to create a disorienting dilemma can be justified. It can be identified also that its impact on the component of Reflection takes the forms of: 1) the creation of disorienting dilemma experience which can produce a transformative learning, 2) the increasing of the reflective judgment ability of the students, and 3) the meeting of the specific target intended by the lecturer which is that the students will have a more positive attitude toward Biotechnology and GMOs as the most promising means for developing Nutraceuticals industry in the future.
Keywords: transformative learning, reflection, GMOs issue, disorienting dillema, experience, context, action, evaluation.

Metode Eksperimen Bebas untuk Meningkatkan Pengertian dan Menghilangkan Miskonsepsi Mahasiswa tentang Konsep Termofisika

Paul Suparno
Widya Dharma, Vol. 19, No. 1, Oktober 2008

ABSTRACT
The research was intended to know whether a free physics experiment could (1) improve student’s knowledge and (2) erase student’s misconceptions on thermophysics concepts about water.
The sample of the research was 43 students of Physics Education Department, Sanata Dharma University. The research used a free experiment as a treatment. A free experiment is an experiment that allows students to decide, prepare, and do their experiment freely. Students are able to think and do experiment more constructivistically. The experiment’s instruction is very simple and short, only consisted of some questions that have to be answered by students; and simple direction for students to decide, plan, do their experiment, and make conclusion. The research used pretest and posttest as instruments. The tests were analyzed using dependent t-test to know the improvement of student’s knowledge; and using coding methods to know student’s misconceptions and whether their misconceptions were eliminated using the free experiment method.
The results were (1) student’s knowledge on thermophysics about water was improved; and (2) students improved their misconceptions by having more fully concepts and by eliminating their misconceptions. So, the free experiments could be used as one tool to improve student’s misconception on physics. In addition, the research gives one more example for research on physics education in Indonesia.
Keywords: Misconception of thermophysics, free experiments, pre-service-physics teachers, conceptual changes

Selasa, 05 Mei 2009

Profil Manajemen Bimbingan dan Konseling SMA Rekanan Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma di DIY Tahun 2006

Fajar Santoadi
Widya Dharma, Vol. 18, No. 2, April 2008

ABSTRACT
This research was conducted based on two rational backgrounds (a) recent high school guidance and counseling management model, (b) existing managerial supports needs of comprehensive guidance and counseling program.
The research purpose was describing high schools guidance and counseling management profile of Sanata Dharma University (SDU) partners School. The research instrument were structured interview and Focus Group Discussion (FGDs).
The research found both positive and negative findings. The positive findings were: (1) the high schools counselor-student ratio was quite good, (2) most of the school counselors used varying assessment methods, (3) Half of the high schools conducted group guidance services for all students, (4) All of the high schools provided individual counseling services, (5) Each high school used varying methods to control its guidance program, (6) Each high school informed guidance program to students, teachers, and parents, (7) Each high school conducted partnership with stake holders to provide guidance services. The negative findings were (1) Most school guidance staffs were not sufficiently professional, (2) Few high schools did not conduct need assessment, (3) Half of the high schools provided unscheduled group guidance for certain grades students, (4) Most high schools provided discontinued group guidance services, (5) Most high schools conducted unscientific program evaluation, (6) Students' family guidance services were not sufficient to create supportive environment.
The research proposed two suggestions: (1) Counselor competency improvement in developmental guidance theory, comprehensive guidance management, group counseling skill, research and evaluation methods, designing family and parenting education program. (2) Knowledge improvement of school administrators in comprehensive guidance management which enable them to create supportive climate for guidance and counseling program.
Keywords: Manajemen bimbingan dan kosneling komprehensif, paradigma diagram Venn empat bidang bimbingan, paradigma empat bidang bimbingan berurutan.

Realistic Mathematics Education and the NCTM Approach to Mathematics Education : Similarities and Differences

St. Suwarsono
Widya Dharma, Vol. 18, No. 2, April 2008

ABSTRACT
In this article, two approaches to teaching and learning mathematics, namely Realistic Mathematics Education (RME) and the approach developed by the National Council of Teachers of Mathematics (the NCTM) approach), are compared, in order to find the similarities and the differences between the two approaches.
Two of the most important similarities are that both approaches promote the active roles of students in the process of teaching and learning mathematics and that both approaches emphasize the importance of knowledge construction in the student’s mind.
Two of the most important differences are that the characteristics of te RME aproach are more tigid and more specified than those of the NCTM approach and that the process of knowledge construction in the RME approach tends to be more personal than that in the NCTM.
Keywords: Realistic mathematics education, principles and standards for school mathematics, key principles of RME, knowledge construction, new math movement.

Instructional Animations in English Preposition Learning: Is High-tech Delivery Effective?

Y.G. Harto Pramono
Widya Dharma, Vol. 18, No. 2, April 2008

ABSTRACT
This article explores the instructional effectiveness of “high-tech” and “low-tech” animations in supporting the learning of English prepositions by Indonesian primary school students. It reports on a study in which participants were presented with simple English sentences from each of which a motion preposition had been omitted. These sentences were accompanied by either “high-tech” or “low-tech” animations representing the dynamics of the missing preposition. Subjects were required to identify the target preposition from a list of four alternatives.
The results indicated that the high-tech animations were not intrinsically superior to low-tech counterparts. These findings show that the technological level of animation alone does not determine its effectiveness in supporting learning. Rather, it appeared that the animation’s design features (and not the sophistication of the presentation technology) was central to instructional effectiveness. In order to support learning, animations must be appropriately designed, irrespective of the technology used to present them. Implications for developing and using instructional animations are discussed.
Key words: “low-tech” and “high-tech” animations, mental model building, animation design features, preposition learning

Meningkatkan Partisipasi Mahasiswa dalam Perkuliahan Ekonomi Koperasi melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning

Y.M.V. Mudayen & P.A. Rubiyanto
Widya Dharma, Vol. 18, No. 2, April 2008

ABSTRACT
This research aimed to increase the participation of university students in Cooperation Economy subject through the approach of Contextual Teaching and Learning by method of task giving and survey method to cooperation. This research included the class activity research which was conducted in July to October 2007 by involving 32 university students.
The activeness of university students submitting question by their initiative in cycle 1 in first meeting 15,625% and the second meeting of 20%. Meanwhile the cycle 2 in first meeting is 19,35% and the second meeting is 24,14%. Time appropriateness in conducting exploration (making mind map, conduct any tasks) in cycle 1, the first meeting is 25% and the second meeting is 37,5% whereas the cycle 2, the first meeting is 50% and the second meeting is 50%. Interaction inter university students in the group in cycle 1, the first meeting is 46,875% and in second meeting is 56,67%, whereas the cycle 2, first meeting is 54,84% and second meeting is 75,86%. The ability of university students to make mind map and the relation between concepts in cycle 1, first meeting is 25% and in second meeting is 62,5%, whereas cycle 2, first meeting is 75% and in second meeting is 75%. The appropriateness in explaining mind map and the relation between concepts in cycle 1, first meeting is 50% and the second meeting is 75%, whereas in cycle 2, first meeting is 66,67% and in second meeting is 75%. The willingness and the bravery in answering questions which are submitted by the lecturer with their initiative in cycle 1, first meeting is 6,25% and in second meeting is 10%, whereas cycle 2 first meeting is 9,06% and second meeting is 13,79%.
Keywords: CTL approach, task giving, mind map, discussion, survey.

Miskonsepsi tentang Bilangan Desimal dari Calon Guru

Wanty Widjaja, Caye Stacey, & Vicki Steinle
Widya Dharma, Vol. 18, No. 2, April 2008

ABSTRACT
This paper will describe the result of an investigation on pre-service teachers’ misconception of decimal numbers. Written tests and interview data reveal pre-service teachers’ misconception about decimals. Misconception involving interpretation of decimals with repeating digits, incorrectly associated with rounding rules, is particularly dominant. Prior learning experience, which is mainly based on memorized rules without meaningful understanding, is found as one of the factors for this misconception. The importance of developing meaningful understanding of decimals relying on knowledge of decimal place value is highlighted.
Keywords: decimal numbers, meaningful understanding, pre-service teachers

Belajar Teori Kinetik Gas dengan Model Belajar Kelompok Terbimbing - Suatu Riset Tindakan Kelas

Paul Suparno
Widya Dharma, Vol. 18, No. 2, April 2008

ABSTRACT
This action research investigated whether the directed cooperative learning on the topic of gas kinetic theory could (1) activate student’ learning process; (2) improve students’ interest in studying the kinetic theory; and (3) improve students’ understanding on the gas kinetic theory. The sample of the research was 30 students of physics education who were studying gas kinetic theory. Some instruments were used in this research such as pretest and posttest, questioners, and observation. The questioners collected data on the activity and the interest of students; the observation look carefully the situation of students learning process; and the test observed whether students’ knowledge was improved. Statistic dependent T- test was used to determine whether the difference between pretest and posttest was significant; coding and frequency analysis was used to analysize the questioners and observation data. The result was that (1) students were more active in learning process; (2) students liked to study gas kinetic theory; and (3) their knowledge were improved. In the next year, the same method will be used to learn the gas kinetic theory and thermodinamics theory.
Kata kunci: teori kinetik gas; model belajar kelompok terbimbing; pembelajaran aktif di perguruan tinggi; mengaktifkan kuliah teori.

Senin, 04 Mei 2009

Model Pembelajaran ARCS: Suatu Altenatif untuk Mengatasi Masalah Motivasi Siswa dalam Belajar Pendidikan Jasmani

Dimyati
Widya Dharma, Vol. 18, No. 1, Oktober 2007

ABSTRACT
This article aims at explaining and analyzing the model of ARCS learning which is to be applied in physical education learning process at school. The model is being developed as an alternative which can be used by the teachers of physical education as the basic of running good learning activities. It consists of four related components which are required in learning activites and developed based on the learning theories, they are assurance, relevance, confidence and satisfaction. Teachers can implement it as the basic to run learning activities designed to enhance students’ achievement and motivation to be successful learners. Therefore, implementing the model of ARCS learning in physical education is acceptable, as students are lack of motivation to participate in physical education classes at school lately.
Keywords: model of ARCS learning, physical education, motivation.

Building Coherence in Letter Genre: A Writing Pedagogy of Shuttling Between Languages

Susilo
Widya Dharma, Vol. 18, No. 1, Oktober 2007

ABSTRACT
The hybrid nature of culture which has emerged as a result of postmodern world brings about considerable interaction, borrowing, and fusion between cultures and communicative genres. In such situation, there is erosion of national boundaries, greater multilingualism, and fluidity in identity; hence an absolute construct of particular culture is getting blurred. Consequently, the term “native identity” has come to a “blurring spot” in the sense that it will be simply awkward to hold firmly one’s native identity when multilingualism has become norm.
This is a research report aiming to look at the pedagogy of negotiation strategies in shuttling between languages done by Indonesian multilingual writers as the new orientation in the teaching and learning second language writing. The study is qualitative in nature, involving two exploratory studies prior to the study. Three people with different social and educational backgrounds participated in the study. Analytic induction is used to collect and analyze the data as well as to develop a theory. Data are collected and analyzed to develop a descriptive model that encompasses all cases of the phenomena. In interpreting the data, Systemic-Functional Linguistics (SFL) approach in which the analysis of context is broken down into field, tenor, and mode. In addition, Canagrajah’s (2006) negotiation model also was as my approach in interpreting data. After all, view of postmodern dominated my interpretation in the current study.
Finally, the study revealed that In terms of being coherent, the finding revealed that the paragraphs in both Indonesian and English letters under study tend to follow two dichotomies of phenomena: (1) being completely coherent and (2) being incoherent regardless the language the participants used in writing the letters. From the current study, three issues were addressed. Firstly, how the participants systematically organize their ideas into a tripartite structure with its distinctive variations is presumably influenced by the logic of two cultures, i.e. Indonesian and Anglo-Saxon cultures. Secondly, an important issue that would be addressed is the distinctive rhetoric of expressing messages in the letter. And finally, it is about repertoire of mode options which are represented by different sub-genres of letter writing that bilingual writers may employ to express their ideas.
Key words: Negotiation model, Contrastive Rhetoric, Multilingual, Monolingual, Second Language Writing, Pedagogy.

Kontribusi Pengajaran Menggambar dalam Mengatasi Krisis Psikososial Siswa Sekolah Dasar

Ruddy Pakasi & E.L. Mingkid
Widya Dharma, Vol. 18, No. 1, Oktober 2007

ABSTRACT
The purpose of this writing is to describe the contribution of drawing teaching in overcoming the elementary school student’s psychosocial crisis. The discussion of this writing refers to two main theoretical concepts, i.e. drawing teaching concept, especially in elementary school instructional process, and psychosocial concept. The drawing development stage of the elementary students are in pre-schematic stage, schematic stage, dawning realism stage; whereas the psychosocial level of elementary students in forth level namely industry versus inferiority level. It can be conclude that drawing teaching can be used as an effective media to overcome the elementary school student’s psychosocial crisis, especially crisis in industry versus inferiority level.
Keywords: drawing teaching, pre-schematic stage, schematic stage, dawning realism stage, industry versus inferiority level.

The Combination of Reading Log and Structure On “Writing I”

Tjahjaning Tingastuti Surjosuseno
Widya Dharma, Vol. 18, No. 1, Oktober 2007

ABSTRACT
This article presents the research report on the combination of reading log, and structure which is comprised in a portfolio for teaching writing I. The research was carried out in one semester, from January 31 to June 13, 2006, It shows the process oriented approach that is taken into consideration as a means of teaching academic “Writing I”. It has designed and implemented at Widya Mandala University in Surabaya. The result of this research after the treatment shows that the students’ achievement in their students’ portfolios obtain significant improvement in their getting ideas, unities and structures to write their assessments in “writing I”. I believe this approach can be applied in another academic writing in other universities.
Key words: Portfolio, reading log, journal writing, self awareness log, structured feedback